Kalibrasi


Ada tatap yang mestinya  membuat luruh,

pada masa yang membeku tak bernyawa. 

Ada rindu yang dengan sendirinya membuat gaduh,

meski diam merangkul erat kata-kata.

Ada hati yang ditakdirkan untuk saling terjatuh,

tapi tidak untuk saling bersama.


Ada yang terlanjur jatuh dan terhempas.

Atau mungkin hanya ambisi yang terkemas.

Sungai harap mengalir begitu deras.

Padahal sang arus tak terlihat begitu jelas.


Wajar dengan sendirinya terinisiasi.

Menjadikan setiap tingkah berarti.

Bukan karena yang terjatuh adalah hati,

tapi tentang frekuensi yang lupa di–kalibrasi.




0 komentar:

Posting Komentar