Mati Lampu

“Hari yang melelahkan” kau merungut.

Mencoba membelai hati yang semerawut.

Membiarkan malam mengusap peluh.

Menyisakan hari yang terlanjur keruh.


Mempersiapkan esok seakan segalanya.

Mengurus yang berantakan hingga tertata.

Kau tau kau tak siap.

Tapi malam belum habis hingga kau terlelap.


Bintang tak secemerlang itu untuk menerangi.

Jadi kau membiarkan lampu belajarmu menemani.

Keluh terucap selalu bergumam.

Mengungkit dirimu yang seharian terhantam.


Malam semakin larut melewati.

Sesal akan hari ini seakan tiada henti.

“Tuhan tidak adil!” Kau memaki.

Seolah tak satupun senyum Ia beri.


Tak lama...mati lampu.

Kau tau, habislah dirimu.

Mengumpat segala, tak lagi meragu.

Menyalahkan alam semesta satu persatu.


Tak lama...hidup lampu.

Dengan seketika menenangkanmu.

Tanpa perlu waktu,

kau aman bersama lampumu.

.

Kau bersyukur karena ini tak jadi mati lampu.

Padahal kau tak sempat tau

Bahwa lampumu sejak awal menerangimu.

Waktu mengambilnya sebentar, dan kau habis terbakar.

Sekejap Ia kembalikan

Dan terlontar setiap pujian.


.


Sama seperti kita. Aku. Dan kamu.

Tak saling menyadari yang mengisi relung hati.

Tak sedikitpun melihat bahwa kita sebenarnya dekat.

Tak pernah bersyukur pada setiap senyum yang kita tabur.


.


Apakah kita akan sebersyukur ini, jika tidak ada mati lampu?


0 komentar:

Posting Komentar